POJOK KONTEMPLASI

Jumat, 25 Maret 2011

Sekolah Binatang

Alkisah pada suatu masa, para binatang memutuskan bahwa mereka harus melakukan sesuatu yang heroik guna mengatasi masalah-masalah dalam “suatu dunia baru”. Jadi mereka mendirikan suatu sekolah.
Mereka menerapkan kurikulum kegiatan yang terdiri dari lari, memanjat, renang dan terbang. Untuk mempermudah pengaturan kurikulum itu, semua binatang harus mengambil semua mata pelajaran.
Itik piawai dalam renang, bahkan sesungguhnya lebih baik ketimbang instrukturnya, namun ia lulus dengan angka minimum dalam terbang dan sangat buruk dalam lari. Karena lamban dalam lari, ia harus tetap tinggal sesusai jam sekolah dan juga melepaskan mata pelajaran renang untuk belajar lari. Ini berlangsung terus-terusan sampai-sampai kakinya yang berselepaut menjadi kelewat letih dan ia pun hanya memperoleh angka rata-rata dalam renang. Tetapi angka rata-rata masih bisa diterima di sekolah, jadi tak seekor binatang pun yang merisaukan kecuali itik sendiri.
Kelinci menjadi juara kelas dalam lari, tetapi mengalami gangguan syaraf karena terlampau banyak tugas perbaikan dalam mata pelajaran renang.
Tupai hebat dalam memanjat, namun ia merebakan rasa frustasi di kelas terbang dimana gurunya kecapekan menyuruhnya memulai dari tanah ke atas dan bukannya dari puncak pohon ke bawah. Ia juga dilanda “kram kaki dan tangan” lantaran usaha yang terlampau keras serta kemudian malah mendapat nilai C dalam memanjat dan D dalam lari.
Sang Elang adalah anak yang menyusahkan dan sulit didisiplinkan. Dalam kelas memanjat ia mengungguli semua binatang yang lain untuk sampai di puncak pohon, namun menuntut untuk menggunakan caranya sendiri untuk sampai ke sana.
Pada akhir tahun, seekor belut yang abnormal yang dapt berenang dengan sangat baik, dan juga sedikit lari, memanjat dan terbang, meraih angka rata-rata tertinggi dan menyampaikan kata-kata perpisahan.
Anjing padang rumput keluar dari sekolah dan menentang iuran karena pengelolanya tidak memperbolehkan pencamtuman pelajaran menggali liang ke dalam kurikulum. Anjing-anjing itu mengirim anaknya untuk magang ke seekor luwak dan kemudian bergabung dengan para marmut serta tikus celurut untuk memulai sebuah sekolah swasta yang sukses.
Apakah fabel ini memiliki suatu pesan moral ?

Disadur dari buku “ Chiken soup for the Soul, menjadi ‘kaya’ dan bahagia –
Jack Canfield & M. V Hansen”

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2012 Mathematics Journalism Club Himatika FMIPA Unnes